PBSI UNESA Gelar Kuliah Tamu Dosen Praktisi, Kupas Isu Mutakhir Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya

PBSI UNESA Gelar Kuliah Tamu Dosen Praktisi, Kupas
Isu Mutakhir Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya
Surabaya – Program Studi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Universitas Negeri Surabaya (UNESA), menyelenggarakan kuliah tamu
dosen praktisi bertema “Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya: Teoretis dan
Metodologis” pada Jumat, 25 April 2025. Acara ini dilaksanakan secara
daring melalui Zoom Meeting dan diikuti oleh 104 peserta dari berbagai kampus.
Kuliah tamu ini menjadi wadah penting dalam mendalami isu-isu
terkini dalam studi bahasa dan sastra Indonesia, serta menjawab tantangan zaman
yang kian kompleks. Dalam sambutannya, Kaprodi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Dr. Resdianto Permata Raharjo, M.Pd., menyampaikan harapannya agar
mahasiswa dapat menyerap sebanyak mungkin pengetahuan dari para pemateri.
“Kuliah tamu ini tidak hanya menambah wawasan teoritis, tetapi
juga menawarkan metodologi praktis yang relevan untuk pengajaran bahasa dan
sastra Indonesia di berbagai jenjang pendidikan,” ujar Dr. Resdianto.
Acara ini menghadirkan empat narasumber dari berbagai
perguruan tinggi yang memberikan materi dengan pendekatan lintas disiplin dan
kontekstual, sesuai kebutuhan zaman.
Linguistik Forensik: Bahasa dalam Arena Hukum
Dr. Endang Sholihatin, M.Pd., dari UPN Veteran Jawa Timur
membuka sesi pertama dengan topik “Linguistik Forensik: Kajian Bahasa dalam
Pembuktian Hukum”. Ia menjelaskan bahwa linguistik forensik merupakan cabang
ilmu linguistik yang mempelajari bahasa dalam konteks hukum, mulai dari
pengungkapan plagiarisme hingga analisis ujaran kebencian dan hoaks.
“Linguistik forensik bertujuan memecahkan masalah hukum untuk
membantu proses penegakan hukum dan mewujudkan keadilan,” jelas Dr. Endang.
Beberapa topik yang dibahas dalam sesi ini antara lain authorship
attribution, analisis teks anonim, ujaran kebencian, pencemaran nama baik,
hingga penyusunan dokumen hukum seperti kontrak dan nota kesepahaman (MoU). Ia
juga menyoroti pentingnya kolaborasi antar-disiplin, khususnya dengan bidang
ilmu komputer dan psikologi, dalam perkembangan linguistik forensik di era
digital.
Tidak hanya teori, Dr. Endang turut membagikan pengalaman
menangani sejumlah kasus terkenal, seperti video viral Ahmad Dhani tahun 2019
dan kasus Veronika Koman.
Memahami Al-Qur'an Melalui Pendekatan Sastra
Materi selanjutnya disampaikan oleh Harus Shofiyiddin,
M.Fil.I., dari UIN Sunan Ampel Surabaya, dengan topik “Memahami Al-Qur’an
dengan Pendekatan Sastra”. Ia mengajak peserta untuk melihat Al-Qur’an tidak
hanya sebagai teks keagamaan, tetapi juga sebagai karya sastra yang memiliki
keindahan dan kedalaman makna.
“Pendekatan sastra memungkinkan Al-Qur’an untuk dipahami oleh
kalangan yang lebih luas, termasuk non-Muslim, karena tidak dibatasi oleh dogma
keimanan,” ujarnya.
Dalam sesi ini, disampaikan pula bahwa relevansi Al-Qur’an
semakin kuat di era modern sebagai objek kajian lintas zaman dan lintas agama.
Muncul pula berbagai metodologi dan pendekatan sastra baru yang membuka
cakrawala pemahaman terhadap Al-Qur’an.
Sastra di Sekolah: Membumikan Imajinasi
Frida Siswiyanti, M.Pd., dari Universitas Islam Malang,
memberikan materi berjudul “Mewujudkan Pembelajaran Sastra di Sekolah yang
Relevan dan Inspiratif”. Ia menekankan pentingnya menjadikan sastra
sebagai media untuk mengasah keterampilan berpikir kritis, komunikasi, serta
kreativitas siswa.
“Pembelajaran sastra harus dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari agar lebih bermakna dan tidak hanya sekadar memenuhi kurikulum,”
terang Frida.
Ia juga mendorong guru untuk memberi ruang tafsir dan
pemikiran bebas kepada siswa, serta memanfaatkan media digital guna
meningkatkan literasi dan kreativitas. Hal ini dinilai sangat penting untuk
menciptakan pembelajaran sastra yang kontekstual dan menarik bagi generasi
digital saat ini.
Cyberpragmatik: Evolusi Bahasa di Dunia Maya
Sesi terakhir disampaikan oleh Agus Purnomo Ahmad
Putikadyanto, M.Pd., dari IAIN Madura dengan judul “Cyberpragmatik: Evolusi
Pragmatik dari Tatap Muka ke Dunia Maya”. Ia menjelaskan bahwa komunikasi
di dunia digital memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan komunikasi
lisan konvensional.
“Dalam cyberpragmatik, konteks digital—baik internal maupun
eksternal—mempengaruhi makna ujaran. Pemakaian emoji, GIF, dan pilihan kata
menjadi bagian dari strategi komunikasi,” jelas Agus.
Ia juga membahas bagaimana faktor sosial, norma komunitas
virtual, karakter platform, serta nilai-nilai budaya membentuk pola komunikasi
dalam ruang digital. Cyberpragmatik menjadi penting dalam memahami bagaimana
bahasa beradaptasi dan bertransformasi di era teknologi. (Azhar)