Dosen Unesa Sampaikan Pentingnya Strategi Literasi dalam Pembelajaran

Prof Kisyani Laksono menyampaikan pentingnya strategi literasi dalam pembelajaran. Hal itu disampaikan Guru Besar Linguistik Unesa itu saat memaparkan materi kegiatan Advokasi Pengarusutamaan Literasi dan GESI (Gender Equality and Social Inclusion) di SMP Islam Terpadu At-Taqwa, Surabaya, (3/8/2024) lalu.
Menurut Kisyani, literasi bukanlah mata pelajaran, tapi jenis kecakapan berpikir atau kompetensi seperti halnya karakter, numerasi, dan kecakapan hidup yang kreatif serta kolaboratif. “Karena itu diperlukan strategi dalam pembelajaran literasi kepada siswa,” paparnya,
Kisyani mengungkapan, adapun strategi yang digunakan adalah dengan membuat dan mengevaluasi prediksi, membuat visualisasi dan menanya. Selanjutnya, membuat keterkaitan, mengidentifikasi, membuat inferensi dan mengevaluasi.
Strategi literasi tersebut, terangnya, dilakukan berdasarkan penerapan pembelajaran yang mengembangkan kemampuan metakognitif dalam 8 aspek. Kedelapan as[ek itu meliputi pemantauan pemahaman teks, penggunaan berbagai moda selama pembelajaran, memberikan instruksi yang jelas dan eksplisit, memanfaatkan alat bantu seperti pengatur grafis atau daftar cek.
Selanjutnya, merespon terhadap berbagai jenis pertanyaan yang diajukan siswa, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengarahkan siswa untuk menganalisis, sintesis, mengevaluasi, dan meringkas isi teks.
“Strategi literasi perlu dimodelkan berkali-kali dengan berbagai jenis teks sampai siswa dapat melakukannya sendiri,” ujar dosen yang berhome base di Fakultas Bahasa dan Seni itu.
Selaras dengan hal itu, dalam materinya Kisyani menambahkan bahwa salah satu kunci keberhasilan penerapan strategi literasi adalah dengan memilih strategi yang paling diperlukan untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap teks.
Sementara itu, Yuni Lestari menyampaikan pemahaman seputar konsep utama GESI dalam pembelajaran. Di antaranya, peningkatan kesadaran terhadap persamaan hak, tanggung jawab, dan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan.
“GESI memiliki konsep untuk meningkatkan kesadaran martabat masyarakat dan kemandirian individu dari semua kelompok sosial, sebagai modal untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik,” terangnya.
Sementara untuk social inclusion, ia menyebutkan bahwa hal itu penting diterapkan untuk membangun hubungan sosial dan menghormati individu serta komunitas. Kemudian untuk menikmati standar kesejahteraan yang dianggap layak di dalam kelompok masyarakat.
Di dalam social inclusion, terangnya, ada beberapa hal yang perlu dipahami dari segi kemiskinan, kesejahteraan, ukuran pembangunan, dan kebahagiaan. Semua itu mencakup tiga aspek yang meliputi kepuasan hidup berupa kebebasan untuk mengekspresikan kerohaniannya.
“Tujuan kita dari PKM ini adalah terwujudnya pembelajaran yang berbasis GESI pada setiap lini pendidikan,” ucapnya.
Dosen Administrasi Negara itu juga membahas sudut pandang anak-anak terhadap gender, keseharian anak-anak di sekolah maupun di rumah yang secara tidak langsung berinteraksi dengan lawan jenis, hingga pengenalan peran gender bagi remaja.
Selain itu, ia menyampaikan konsep jenis kelamin, perbedaan antara gender dan sex, pernyataan yang keliru terhadap pengertian kodrat/takdir, dan beberapa hal seputar ketidakadilan gender yang meliputi marginalisasi, subordinasi, dan stereotipe.
Pemateri lainnya, Riki Nasrullah menyampaikan seputar pembelajaran berdiferensiasi. Dosen Fakultas Bahasa dan Seni tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran berdiferensiasi merupakan proses yang komprehensif dan fleksibel yang mencakup perencanaan, persiapan dan penyampaian pengajaran untuk mengakomodasi keragaman kebutuhan belajar murid di dalam kelas.
“Tujuan dilakukannya pembelajaran berdiferensiasi adalah untuk mengembangkan keterampilan dalam merencanakan, menyiapkan, dan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi. Selain itu metode ini mendorong refleksi dan penyesuaian berkelanjutan dalam pengajaran untuk mengakomodasi keragaman peserta didik,” tandasnya.